Bandara Surabaya II Nagekeo Tersandera Proses Hukum, Ada 3 Isu Seksi.

FAKTAHUKUMNTT.COM, NAGEKEO – 21 Maret 2023.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah,  (Bappelitbangda) kabupaten Nagekeo, Kasimirus Dhoy menguak sejumlah dinamika terhambatnya pembangunan Bandara Surabaya ll di kabupaten Nagekeo propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dalam Konferensi pers yang digelar di kantor Bappelitbangda kabupaten Nagekeo, Selasa 21 Maret 2023, Kasimirus Dhoy menyatakan bahwa proses hukum yang tengah dilakukan oleh Kepolisian Resor (Polres) Nagekeo terkesan menghambat pembangunan Bandara Surabaya II.

Kasimirus mengaku bingung dengan dalil polisi memanggil dan memeriksa sejumlah pegawai dilingkup pemerintah  daerah Nagekeo. Ia menyebutkan, Polres Nagekeo bahkan turut memanggil dan memeriksa profesional Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pegawai Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Tipikor Polres Nagekeo bahkan sudah menginterogasi profesional ITB di Bandung dan pegawai Kemenhub di Jakarta”, ungkap Kepala Bappelitbangda kabupaten Nagekeo.

Kasimirus Dhoy berkeyakinan, tidak ada pelanggaran hukum dalam proses pra-pembangunan Bandara Surabaya II di Kabupaten Nagekeo. Ia mengatakan Semua prosedur administrasi  sudah dipatuhi dengan saksama sesuai dengan regulasi dan arahan kementrian Perhubungan.

Kasimirus menyangkan sikap polisi yang telah berulangkali memanggil dan memeriksa para pihak yang bersentuhan dengan percepatan kerja pembangunan bandara. Menurutnya, Penyelidikan yang dilakukan Polres Nagekeo jelas menghambat proses pembangunan Bandara Surabaya II yang dijadwalkan rampung sebelum Oktober 2024.

Akibat pemanggilan dan pemeriksaan yang dilakukan Polres Nagekeo, Tim Kemenhub menunda verifikasi lapangan untuk penetapan lokasi (penlok) bandara.

“Penlok adalah langkah awal untuk memulai pembangunan bandara”, jelasnya.

Kepala Bapelitbangda membantah, Semua tuduhan yang disampaikan Polres Nagekeo. Ia menyatakan semua tuduhan yang telah disampaikan sama sekali tidak ada unsur kebenaran dan terkesan mengada-ada untuk menghambat pembangunan bandara Surabaya II di kabupaten Nagekeo.

Menurutnya, Keberadaan Unit Tipikor di Polres Nagekeo dimaksudkan untuk mencegah tindak pidana korupsi dan kerugian negara sedangkan proses pra-pembangunan Bandara Surbaya II berjalan transparan dan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Tidak ada penyalahggunaan kewenangan, penyimpangan prosedur,  unsur korupsi,  dan kerugian negara”, Tegas Kasimirus.

3 Isu Seksi Pembangunan Bandara

Kepala Bappelitbangda kabupaten Nagekeo menjernihkan setidaknya tiga isu seksi dalam urusan pembangunan bandara yang dianggap bermasalah dan dinilai memiliki konsekuensi hukum oleh Polres Nagekeo.

Pertama, isu kewenangan. Menurut Kasimirus, Polres Nagekeo mempertanyakan, mengapa studi kajian BS II tidak dilakukan Dinas Perhubungan, melainkan oleh Bappelitbangda?.

Ia menguraikan bahwa kewenangan untuk mengkaji kelayakan lokasi bandara dan rencana induk bandara bukan kewenangan Dinas Perhubungan, melainkan Bappelitbangda.

Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan turunannya, terakhir melalui Permendagri 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah serta pemutakhirannya,  menyatakan, Dinas Perhubungan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan studi dan kajian perhubungan udara.

Kewenangan Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota pada Sub Urusan Penerbangan adalah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Tempat Pendaratan dan Lepas Landas Helikopter.

Berdasarkan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Permendagri Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan Fungsi Penunjang Urusan Pemerintahan serta turunannya, Bappelitbangda berwenang melakukan studi dan kajian perhubungan udara.

“Persoalan kewenangan ini sejatinya telah berakhir melalui penetapan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 8 Tahun 2020 tentang APBD Kabupaten Nagekeo Tahun 2021”, jelasnya.

Kedua,  isu usulan penetapan lokasi (penlok) bandar udara baru di Kabupaten Nagekeo. Menurut Kasmir  polisi menyatakan, ada indikasi Pemerintah Kabupaten Nagekeo telah membebaskan lahan yang belum ada persetujuan penetapan lokasi dari Kementerian Perhubungan.

Kepala Bappelitbangda menjelaskan bahwa sesungguhnya Pemkab Nagekeo tidak melakukan pembebasan lahan, tetapi melakukan sertifikasi  lahan bekas bandara Surabaya II yang dibangun Jepang. Lahan dimaksud adalah milik Pemda Nagekeo yang telah diperuntukan secara khusus untuk pembangunan bandara sejak pembangunan Daerah Irigasi Mbay.

Lahan yang telah disertifikat atas nama Pemda Nagekeo ini adalah bekas bandara yang dibangun Jepang tahun 1944 dan telah dimasukan sebagai Lapangan Terbang Perintis sejak tahun 1976 melalui Surat Dirjen Perhubungan Udara Nomor DJU/2379 tanggal 12 November 1975.

Pada tahun 1996, Kementerian Perhubungan melalui PT Komla Consulting Engineers pernah melakukan Studi Kelayakan Pengembangan Bandar Udara Surabaya II bersamaan dengan bandar udara di Batu Licin. Selanjutnya pada tahun 1997, Pemda Ngada pernah melakukan identifikasi rencana Lapangan Terbang SB II berdasarkan peta konsultan Departemen Perhubungan.

“Beberapa pilar BM yang dipasang konsultan pada tahun 1996 masih ada hingga saat ini”, terangnya.

Ia menjelaskan, Pemda  Nagekeo memilih lahan ini sebagai solusi atas kegagalan pembangunan bandara SB II berdasarkan Penlok 2011 dan rencana pemindahan taxiway, apron, dan fasilitas sisi darat pada tahun 2016. Lahan bandara bekas Jepang ini tidak masuk dalam Penlok 2011 maupun rencana pemindahan taxiway, apron, dan fasilitas sisi darat pada tahun 2016.

Secara historis, lahan bandara bekas Jepang ini pernah didarati pesawat  pada tahun 1975 dan tahun 1996.  Di atas lahan ini bisa dibangun runway 1.200-3.500 meter,  terminal, dan semua fasilitas bandara.

Lokasi yang disebut SB II oleh Jepang dan Sissa River Aerodrome oleh Sekutu inilah yang diajukan Pemda Nagekeo kepada Kemenhub untuk diverifikasi kelayakannya agar bisa segera dibangun bandara.

Terhadap usulan lokasi ini,  Kemenhub telah memberikan arahan melalui surat nomor: AU.103/I/17/DJPU.DBU.2020 tanggal 12 Oktober 2020 Perihal Tindak Lanjut Permohonan Penetapan Kembali Lokasi Bandar Udara Surabaya II Kabupaten Nagekeo,  Provinsi NTT.

Ketiga, isu swakelola. Menurut Kasmir, Polres mempertanyakan tata cara pelaksanaan barang dan jasa dengan metode swakelola Tipe II yang dilakukan Pemda Kabupaten Nagekeo.

Ia menjelaskan bahwa Untuk kepentingan pembangunan, Pemda Nagekeo menjalin kerja sama dengan ITB. Selanjutnya, ITB menunjuk PT LAPI ITB , badan usaha milik ITB sebagai pelaksana dalam rangka koordinasi tim ahli yang dibutuhkan Pemda. Dalam hal Kajian Pembangunan Bandara SB II, Pemda Nagekeo melalui Bappelitbangda menjalin kontrak kerja sama dengan tim ahli sebagai Tim Pelaksana Swakelola yang diusulkan PT LAPI ITB.

“Ini adalah praktik yang lazim. Perguruan Tinggi Negeri dengan status sebagai badan hukum publik seperti ITB, UI, dan UGM memiliki otonomi untuk membentuk badan usaha dan mengembangkan dana abadi sebagai layanan penunjang Tri Dharma perguruan tinggi”, jelasnya.

Ia mengutarakan bahwa Sebagai badan hukum yang memiliki otonomi, ITB memiliki otoritas untuk menunjuk PT LAPI ITB sebagai pelaksana yang mengkoordinasikan tim ahli yang dibutuhkan dalam kerja sama dengan Pemda Nagekeo.

Pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan secara swakelola oleh Bappelitbangda. Rujukannya adalah Permendagri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan. Disebutkan, pelaksanaan penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan  oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara swakelola dan/atau kerja sama dengan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kasimirus menjelaskan, Karena belum memilik tenaga ahli yang dibutuhkan untuk kajian dimaksud,  maka berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah dan Perka LKPP  Nomor 3 tahun 2021 tentang Pedomaan Swakelola, Pemkab Nagekeo melalui Bappelitbangda melaksanakan Kontrak Swakelola Tipe II dengan Tim Pelaksana Swakelola dari Institut Teknologi Bandung yang dikoordinasikan dalam PT LAPI  ITB.

“Dengan dukungan Tim Swakelola Tipe II dan Tim Kelitbangan, dokumen Kajian Bandara Surabaya II Tahun 2021 diharapkan lebih bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan”, imbuhnya.

Kasimirus mengutarakan bahwa Jawaban atas tiga pertanyaan ini sudah disampaikan pada rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda) Nagekeo, Rabu, 8 Februari 2023 di Ruangan Rapat Pemda Nagekeo.  Pada saat itu, Pemda Nagekeo sudah menyampaikan dengan terang-benderang masalah ini, juga menjawab tuntas tiga isu yang menjadi  pertanyaan Polres Nagekeo.

Namun, kata Kasimirus setelah rapat  Forkominda, aparat Polres Nagekeo masih juga melakukan pemanggilan dan interogasi terhadap aparat Pemda Nagekeo, profesional dari LAPI, dan pegawai Kemenhub RI.

“Kami menilai, tindakan Polres Nagekeo terhadap masalah yang sudah terang-benderang dan tidak ada pelanggaran prosedur administrasi  merupakan  bentuk hambatan terhadap pembangunan di Nagekeo”, tandasnya.

Polres Nagekeo, melalui Iptu Rifai, Kasat Reskrim Polres Nagekeo ketika dikonfirmasi media FAKTAHUKUMNTT.COM perihal proses hukum pembangunan bandara Surabaya II menyatakan akan menjelaskannya dalam bentuk pers rilis.

Selamat pagi, nanti saatnya sy (saya, red) lakukan prressrealis (pers rilis, red) terkait proses penanganan dugaan TPK (tindakan pidana korupsi, red) kajian ulang bandara sby II (surabaya II, red) Mbay”, tulis Iptu Rifai, via pesan WhatsApp, ketika dikonfirmasi, Rabu 22 Maret 2023. (Tenda).

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.