Ditengah Serangan Hama dan Penyakit,  Petani Irigasi Mbay Justru Tidak Dapat Pupuk Bersubsidi. 

FAKTAHUKUMNTT.COM, NAGEKEO – 15 April 2024.
Nasib nahas menimpa sejumlah petani irigasi Mbay, Kabupaten Nagekeo, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di tahun 2024.

Bagaiamana tidak, Ditengah intensitas serangan hama dan penyakit yang kian sulit dikendalikan, Para petani justru tidak kebagian jatah pupuk bersubsidi.

Para petani merasa janggal sebab pada tahun-tahun sebelumnya mereka mendapatkan jatah pupuk bersubsidi sama dengan yang lainya.

Kini nama mereka tidak tercover lagi. Entah faktor apa, mereka belum mendapatkan penjelasan yang pasti ihwal hilangnya nama mereka dari daftar penerima pupuk subsidi Pemerintah.

Yang pasti, ketika Petani mendatangi Kios Pupuk Lengkap (KPL) untuk menebus pupuk bersubsidi nama mereka sudah tidak terdaftar lagi sebagai penerima.

“Masalahnya dimana, banyak Kami para petani tidak dapat pupuk sekarang. Nama kami sudah tidak muncul lagi disana ( KPL, red). Tahun kemarin nama kami masih ada, sekarang hilang alasannya apa?, Mana sekarang padi kami banyak kena penyakit. Memang sial betul. Kamu yang wartawan tolong muat diberita dulu”, Keluh Mersiana, Salah Seorang Petani irigasi Mbay kepada faktahukumntt.com, Senin 15 April 2024.

Ia mengaku kesal, sebab pada musim tanam sebelumnya mereka tidak mengolah sawah untuk menanam padi karena ada program Penutupan air oleh Pemerintah Daerah dalam rangka rehabilitasi  bendungan Sutami dan perbaikan saluran irigasi Mbay.

Aktifitas pengolahan sawah baru dimulai awal tahun 2024 sejak pintu air bendungan Sutami resmi dibuka kembali pada 31 Desember 2023 lalu.

Namun mimpi untuk kembali mengolah sawah dengan hasil yang maksimal  seakan pupus karena serangan hama penyakit yang hampir tak terkendali dan tidak mendapatkan jatah pupuk bersubsidi seolah pelengkap sirnanya harapan mereka untuk mendapatkan hasil panen yang baik di tahun ini.

Petani
Salah satu lokasi sawah Petani di irigasi Mbay, Kabupaten Nagekeo yang terdampak serangan hama dan penyakit. (Foto: faktahukumntt.com)

Ia berharap agar pemerintah bisa membantu masyarakat, para petani yang tengah mengahadapi situasi kurang beruntung tersebut, terlebih memastikan agar tahun berikutnya mereka kembali memperoleh jatah pupuk bersubsidi.

“Kami masyarakat kecil hanya berharap supaya pemerintah bisa bantu kami. Sekarang semua barang-barang naik, Pupuk non subsidi mahal, harga obat-obatan naik, sewa traktor naik, mana lagi sewa alat panen. Selain itu, mana kita pikir biaya yang lain seperti uang anak sekolah. Bantu kami agar bisa pastikan, kami dapat pupuk bersubsidi. Bagaimana hasil panen kami baik kalau pupuk kami tidak bisa beli”, Harapnya.

Sementara itu, Anis Ta’a, salah satu Kios Pupuk Lengkap (KPL) di Mbay membenarkan keluhan para petani.

Ia mengungkapkan bahwa ratusan Petani yang hendak menebus pupuk bersubsidi di KPL miliknya, terpaksa pulang dengan tangan kosong karena nama enggan muncul di aplikasi.

Bahkan ada petani yang menuding kalau mereka (KPL) berlaku curang atau kong kali kong dan dengan sengaja tidak melayani pupuk subsidi bagi petani.

“Tugas kami di KPL hanya melayani saja, tidak dalam kapasitas menambahkan dan mengurangi penerima pupuk bersubsidi. Justru kami malah senang jika makin banyak yang beli, maka kami tambah untung. Itu hukum pasar”, ujarnya.

Ia menambahkan bahwa peluang untuk berlaku curang terhadap pendistribusian pupuk bersubsidi sangat sulit karena mekanisme penebusan pupuk bersubsidi dilakukan secara online dengan verifikasi ketat hingga pengambilan gambar orang yang menebus.

Anis mengaku untuk memenuhi ketersediaan pupuk bagi para petani, di setiap KPL diwajibkan untuk menyediakan pupuk non bersubsidi dengan harga yang tentu lebih tinggi, variatif berdasarkan jenis pupuknya.

Pupuk Urea non subsidi untuk kemasan 50 kilogram (Kg) mencapai Rp.500.000 hingga Rp.650.000, atau rata-rata Rp.10.000 hingga Rp.13.000 per Kg, sedangkan untuk pupuk Urea bersubsidi untuk kemasan 50 Kg, hanya kisaran Rp.112.000, atau rata-ratarata-rata,  Rp. 2240 per Kg.

Pupuk NPK non subsidi untuk kemasan 50 kg mencapai Rp.540.000 hingga Rp.700.000 atau rata-rata Rp.10.800 hingga 14.000 per Kg, sedangkan untuk pupuk bersubsidi hanya kisaran Rp.115.000 atau rata-rata Rp.2300 per Kg.

“Memang banyak petani ketika datang beli pupuk, kami cek NIK (Nomor Induk Kependudukan) di aplikasi tidak muncul, Kami tidak tahu soal itu, tugas kami hanya melayani pupuk. Selama ini stok pupuk selalu tersedia yang jadi soal petani yang tidak ada nama untuk pupuk subsidi. Kami juga menyediakan pupuk non subsidi untuk alternatif, tapi kita tidak bisa memaksa mereka (petani, red) untuk membeli”, demikian jelas Anis Ta’a saat dikonfirmasi, Senin 15 April 2024. (TENDA)

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.