PSN Waduk Lambo Kembali Tuai Wanprestasi, Suku Kawa Jadi Korban
FAKTAHUKUMNTT.COM, NAGEKEO – 30 Agustus 2023.
Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo/Bendungan Mbay di kabupaten Nagekeo, propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih meninggalkan sejumlah soal yang terus menuai protes masyarakat terdampak.
Proyek Negara dengan anggaran mencapai 1,9 Triliun tersebut dinilai mengabaikan regulasi, cacat prosedural dan melanggar hukum.
Ferdinandus Dossa, Salah satu tokoh muda masyarakat adat Suku Kawa, desa Labolewa mengungkapkan bahwa pihaknya merupakan kelompok masyarakat yang sejak awal konsisten pro terhadap mega proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo/Bendungan Mbay.
Namun dalam realisasi PSN Waduk Lambo masyarakat adat Suku Kawa terus memanen wanprestasi para pihak teristimewa pada tahapan proses pengadaan lahan yang dinilai merugikan dan menghilangkan hak-hak ulayat mereka.
Hal tersebut kembali terpotret pada proses pengadaan lahan pembangunan waduk Lambo pada Penlok 2, dimana peneyedia telah melakukan aktivitas pembangunan diatas lahan masyarakat namun prosedur dan tahapan pengadaan tanah belum ditempuh secara baik.
Ferdyn mengaku sejak awal masyarakat adat suku Kawa telah melayangkan protes terhadap proses pekerjaan di Penlok 2 yang tengah di garap PT Brantas Abibraya pada tanah ulayat mereka karena pengadaan tanah tidak sesuai prosedur.
“Tanah Penlok 2 ini belum ada SK Gubernur NTT, belum dilakukan proses identifikasi lahan dan pengukuran, tapi mereka (Penyedia, red) sudah kerja. Bagaimana kami bisa mengetahui, berapa luas lahan kami?, berapa nilai tanah?, kalau proses ini (pengadaan tanah, red) belum dilakukan. Ini jelas merugikan kami masyarakat adat Kawa yang terdampak PSN ini”, utara Ferdyn.
Pada awal bulan Mei 2023 lalu, masyarakat adat Suku Kawa pernah melakukan aksi pencabutan kunci armada penyedia dan melarang aktivitas diatas lahan milik masyarakat adat Suku Kawa.
Mereka melakukan aksi tersebut lantaran masyarakat menilai hak-hak mereka diselewengkan dan prosedur pengadaan tidak sesuai prosedural berdasarkan amanat undang-undang maupun peraturan pemerintah lainnya.
Mereka menilai janggal karena mekanisme prosedur pengadaan tanah dilahan masyarakat adat Suku Kawa belum ditempuh namun penyedia nekat beraktivitas diatas lahan masyarakat.
“Ini atas dasar perintah siapa?, lahan kami belum diukur, belum diidentifikasi, belum dihitung nilai ganti ruginya. Kapan SK Penlok 2 diterbitkan Gubernur NTT”, tanya Feedyn mengurai segala kejanggalan proses pengadaan tanah Penlok 2 PSN Waduk Lambo.
“Kami masyarakat adat Kawa sejak awal mendukung pembangunan ini (Waduk Lambo, red). Kami tidak sedang menghalang-halangi pembangunan, kami memperjuangkan hak ulayat kami yang kami berikan kepada negara untuk pembangunan ini. jangan sampai diselewengkan. Jangan sampai ada konspirasi, seolah-olah masyarakat adat Kawa menolak pembangunan “, tegas Ferdyn.
Ferdyn mengaku ihwal pencabutan kunci armada dan larangan beraktivitas di Penlok 2 pada tanah masyarakat adat Kawa, sebelumnya pernah difasilitasi oleh Ketua DPRD Nagekeo, Marselinus F. Ajo Bupu, Kapolres Nagekeo dan penyedia jasa.
Mereka bersepakat bahwa Kunci armada dikembalikan dan aktifitas di Penlok 2 diberhentikan sementara. aktifitas pembangunan kembali ke Penlok 1 hingga ada kesepakatan bersama antara masyarakat, PPK, penyedia jasa dan Pemerintah.
Pada Kenyataannya, hingga saat ini, pertemuan yang diharapkan untuk memastikan hak-hak masyarakat tersebut tak kunjung dilaksanakan namun aktifitas di Penlok 2 di tanah ulayat masyarakat adat Kawa kembali dilanjutkan dengan mengingkari kesepakatan bersama antara Masyarakat adat Kawa, Kapolres dan Ketua DPRD yang dilaksanakan di Kampung Boamaso, awal bulan Mei 2023 lalu.
Menyampaikan Ke kantor Brantas Abibraya.
Rabu 30 Agustus 2023, Ferdinandus Dhosa mewakili masyarakat adat Suku Kawa didampingi kuasa hukum masyarakat adat Kawa, Mbulang Lukas SH, meninjau langsung geliat pembangunan PSN waduk Lambo di Penlok 2.
Berdasarkan hasil pantauan mereka ditemukan bahwa pembangunan waduk Lambo di Penlok 2 pada tanah ulayat masyarakat adat Suku Kawa yang sempat dilarang masyarakat kembali dilanjutkan.

Ferdyn bersama tim kuasa hukum akhirnya memutuskan untuk mendatangi kantor penyedia jasa dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Waduk Lambo yang berlokasi di Waktukesu, Danga, Kecamatan Aesesa.
Saat itu, Mereka hanya berhasil bertemu bersama pihak PT Brantas selaku penyedia jasa, sedangkan kantor PPK dalam keadaan tutup tanpa pekerja kantor seorangpun sehingga PPK tidak berhasil ditemui saat itu.
Di kantor PT Brantas, Ferdyn bersama kuasa hukumnya menyampaikan aspirasi mereka dan secara tegas meminta agar aktifitas di Penlok 2 pada tanah masyarakat adat Kawa kembali dihentikan.
Pihak PT Brantas diminta untuk membangun komunikasi dengan PPK dan pemberi kerja perihal persoalan pengadaan tanah Penlok 2 di tanah ulayat masyarakat adat Kawa.
Pada saat itu, Ferdyn bersama tim juga dengan tegas menanyakan landasan hukum penyedia beraktivitas di Penlok 2 karena menurut mereka belum dilaksanakan tahapan proses pengadaan tanah namun penyedia masih nekat beraktivitas.
“Kira-kira kalian kerja atas dasar apa, Tanah kami belum dilakukan pengukuran, belum identifikasi. Belum ada prosedur pengadaan tanah. Kalian kerja atas dasar perintah siapa?, apakah perintah Bupati, perintah Gubernur atau perintah presiden?”, tanya Ferdyn.
PT Brantas Abibraya, selaku penyedia jasa melalui Edwin, salah satu stafnya, mengutarakan bahwa dirinya akan berupaya membangun komunikasi dengan pimpinannya dan para pihak ihwal keluhan masyarakat adat Kawa.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya melaksanakan pekerjaan atas dasar kontrak dan Surat Perintah Memulai Pekerjaan (SPMK) dari Kementerian PUPR selaku pemberi kerja.
Pihaknya berjuang untuk mengejar progres pekerjaan sehingga mampu selesai sesuai masa kontrak yang rencananya akan rampung pada akhir tahun 2024 mendatang.
“PT Brantas Abibraya bernaung dibawa kontrak dan SPMK yang diterbitkan oleh kementrian PUPR. Kami ini adalah penyedia bukan pemberi kerja. Kami hanya memiliki sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan sedangkan pemberi kerja mereka yang punya segalanya, mereka yang punya dana, yang punya lahan untuk kami kerjakan”, jelasnya.
Pendapat Kuasa Hukum, Mbulang Lukas, SH.
Kuasa hukum masyarakat adat Kawa, Mbulang Lukas,SH menilai bahwa prosedur pengadaan tanah pembangunan Waduk Lambo/Bendungan Mbay prematur atau cacat prosedural.
Kata dia, seharusnya mekanisme pengadaan tanah PSN Waduk Lambo
merujuk pada regulasi yang telah ditetapkan negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2021.
Proses pengadaan tanah harus mendahului pembangunan bukan sebaliknya pembangunan mendahului pengadaan tanah.
“Ini sangat miris, kontraknya sangat prematur cacat prosedural. Ada apa dengan ini semua. Akan saya buat somasi”, ungkapnya.
Menurut pengacara kondang asal Nagekeo tersebut, pengadaan tanah Penlok 2 merupakan sebuah kejahatan dalam bernegara. Dimana negara bukan lagi hadir untuk melindungi segenap warga dan tanah tumpah darahnya melainkan negara hadir untuk menciptakan ketidak adilan bagi warganya sendiri.
“Ini kejahatan dalam bernegara, Negara hadir untuk memporak porandakan hak-hak masyarakat adat. Ini yang sangat kita sayangkan, Moral PSN sangat buruk karena merugikan masyarakat, ini pengkhianatan terhadap Nawacita Presiden Jokowi”, ungkap Lukas kesal.
Lukas Mbulang menegaskan bahwa masyarakat Adat Kawa telah ada sebelum negara hadir. Ketentuan hukum adatlah yang menjadi rujukan lahirnya hukum Nasional. Bahkan hukum agraria jelas mengatur eksistensi hukum adat.
“Masyarakat Adat Kawa ada sebelum negara ini ada. Negara tidak pernah membetuk masyarakat adat tetapi masyarakat adat bisa membentuk Negara bahkan hukum nasional kita bersumber dari hukum adat. Dengan demikian hukum agraria dengan tegas mengatakan yang berlaku atas bumi air berserta isinya diatur berdasarkan ketentuan hukum adat”, tuturnya.
Menurut advokat Peradi tersebut, negara wajib memberikan penghormatan terhadap keberadaan masyarakat adat dan keberadaan mereka patut dilindungi undang-undang.
“Masyarakat adat Kawa tidak pernah berdosa terhadap Negara. Mereka telah menyerahkan tanah mereka Negara, mereka akan kehilangan tanah mereka untuk selamanya. Generasi penerus mereka tidak bisa lagi menikmati hidup dari tanah warisan leluhur mereka maka sepatutnya Negara harus melindungi hak-hak mereka”, tegas Lukas Mbulang, SH, Kuasa hukum masyarakat adat Kawa. (Tenda)
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.