Pergub Larang Pengiriman Hewan Betina Non Produktif, Sanksi Penyelundupan Denda Hingga Penjara.
FAKTAHUKUMNTT.COM, NAGEKEO – 3 April 2025.
Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 52 Tahun 2023 jelas melarang pengiriman hewan betina produktif maupun non produktif. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Bab XIII mengatur tentang ketentuan pidana berupa kurang penjara dan denda miliaran rupiah jika terjadi Penyelundupan.
Kadis Peternakan Kabupaten Nagekeo, Kelementina Dawo menegaskan bahwa Pergub nomor 52 Tahun 2023 tentang Pengendalian Terhadap Pemasukan, Pengeluaran dan Peredaran Ternak Produk Hewan dan Ikutannya di NTT melarang dan tidak mengatur pengiriman ternak hewan betina sekalipun hewan tersebut non produktif.
Dalam Pergub 52 Tahun 2023 pasal 10 menjelaskan bahwa pertama, ternak besar potong boleh dikirim keluar daerah adalah ternak besar jantan siap potong. Kedua, Ternak besar potong jantan bibit tidak diperbolehkan untuk dikirim keluar daerah. Ketiga, Ternak besar potong betina bibit maupun bukan bibit tidak diperbolehkan untuk dikirim ke luar daerah kecuali ternak kuda betina tidak produktif akibat umur maupun gangguan reproduksi.
Pergub 52 Tahun 2023 pasal 11 mengatur, ternak besar potong jantan yang dimaksud harus memenuhi standar berat minimal, sapi bali 275 kilogram, sapi sumba ongole/sapi rote 325 kilogram, kerbau 375 kilogram dan kuda 150 kg.
Selain itu pasal 12 Pergub tesebut membatasi kuato pengiriman ternak, harus sesuai dengan jumlah yang telah diusulkan pemerintah daerah setiap tahunnya. Tahun 2025 Kabupaten Nagekeo mendapatkan alokasi sebanyak 2500 ternak.
Kadis Peternakan Kabupaten Nagekeo menjelaskan bahwa dalam urusan lalulintas hewan tugas Dinas Peternakan hanya pada urusan teknis seperti pemeriksaan kelayakan berdasarkan ukuran, pemeriksaan kesehatan hewan dan menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan.
“Rekanan membayar 15.000 perekor untuk SKKH untuk Pemda, selain itu mereka harus berkoordinasi ke Dinas Perijinan propinsi untuk mendapatkan Surat ijin pengeluaran, mereka perlu bayar 50.000 perekor. Sebelum diantar pulaukan mereka harus memilki dokumen karantina, minimal 7 hari dikarantina, tetapi sekarang ada PMK (Penyakit Mulut dan Kuku, red) harus 14 hari”, jelas Kadis Peternakan.
Ia menjelaskan bahwa untuk pengawasan lalu lintas hewan sesungguhnya ada tim terpadu termasuk aparat keamanan TNI dan Polri yang dibentuk berdasarkan surat Keputusan Bupati dan diatur dalam Peraturan Bupati.
Dalam kenyataannya, karena keterbatasan anggaran tim terpadu tidak berjalan efektif kecuali Sat Pol PP karena kewenangannya dalam menegakan Perda.
“Kita ada tim terpadu dengan catatan agar dapat membantu daerah, untuk mengawasi agar keseimbangan populasi tetap terjaga, peternak melakukan sesuai dengan aturan yang dipersyaratkankan”, jelasnya.
Kadis peternak berharap adanya Sinergitas semua pihak untuk menjaga dan mengawasi lalu lintas hewan dan menjaga perilaku nakal oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan mengirimkan ternak tidak sesuai dengan ketentuan regulasi.
Ia mengutarakan bahwa jika tidak ada pengawasan yang baik perilaku tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem ternak di kabupaten Nagekeo yang berdampak pada kepunahan.
“Coba dibayangkan saja kalau setiap minggu keluar hewan betina kita, anak cucu kita besok-besok tidak tahu sapi model apa, kerbau model apa karena hewan kita sudah habis. Kita menjaga itu juga, kuato kita 2500, kita ijinkan untuk pengiriman ternak intinya memenuhi syarat”, tutur Kadis Peternakan, Kelementina Dawo.
Sementara itu, Frederikus Dedi Karo, Penanggungjawab Pos Pelayanan Karantina Marapokot, menjelaskan bahwa Peran petugas karantina berdasarkan regulasi adalah mengawasi dan melakukan tindakan karantina hanya pada pintu-pintu pemasukan yang sudah ditetapkan seperti bandara dan pelabuhan laut.
Tindakan yang dimaksud berupa pemeriksaan, pengamatan, penolakan, pemusnahan pembebasan dan pengasingan.
“Kita bisa melakukan hal itu, ditempat pemasukan dan pengeluaran yang ditetapkan, misalnya Bandara dan pelabuhan. Kalaupun pelabuhan, kalau belum ditetapkan SK oleh kepala badan sebagai pintu pemasukan dan pengeluaran, kita tidak bisa melakukan tindakan karena kita tidak bisa melakukan diluar itu, apa lagi tindakan penahanan”, Jelasnya.
Berdasarkan Ketentuan UU 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Bab XIII yang mengatur tentang ketentuan Pidana soal sanksi administrasi dan pidana penjara baku pelaku penyelundupan hewan.
Pasal 88 UU tersebut menjelaskan Setiap Orang yang menyelundupkan Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan didalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
“Kalau berdasarkan UU karantina jelas ada ketentuan pidananya, Jika kita temukan adanya penyelundupan hewan, peran kami terbatas pada pintu-pintu pemasukan sudah ditetapkan secara resmi baik di bandara maupun di pelabuhan”, jelasnya. (Tenda)
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.