Antara Gender Dan Kekuasaan : Perempuan Dalam Panggung Politik Indonesia

FAKTAHUKUMNTT.COM, OPINI – 22 Maret 2025.

Oleh: Ermelinda Noh Wea

Isu gender selalu menjadi topik yang relevan dalam konteks pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di berbagai negara.

Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, juga menghadapi permasalahan terkait peran gender dalam kehidupan politik.

Meski secara konstitusional perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki, realitas politik di Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan yang signifikan antara kedua gender tersebut dalam memegang kekuasaan politik.

Pada umumnya, perempuan di Indonesia masih dianggap sebagai pihak yang lebih rendah dalam hirarki kekuasaan politik, meskipun ada beberapa pencapaian yang patut diapresiasi.

Diskursus mengenai perempuan dalam panggung politik Indonesia menggugah untuk melihat bagaimana dinamika antara gender dan kekuasaan bekerja dalam sistem politik Indonesia yang lebih luas.

Sejarah politik Indonesia sejak masa penjajahan hingga pasca kemerdekaan menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran yang tidak bisa dianggap sepele meskipun mereka sering terpinggirkan.

Di era perjuangan kemerdekaan, tokoh-tokoh perempuan seperti Raden Ajeng Kartini dan Cut Nyak Dien menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan baik oleh penjajah maupun oleh sistem patriarki yang berlaku di masyarakat.

Namun, meskipun perempuan telah berjuang dalam ranah perjuangan kemerdekaan, representasi mereka dalam ranah politik formal baru terjadi jauh setelah Indonesia merdeka.

Pada masa awal kemerdekaan, partisipasi politik perempuan Indonesia mulai diakui, terutama melalui organisasi-organisasi wanita seperti Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia) dan Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Namun, meskipun ada organisasi-organisasi ini, peran perempuan dalam politik masih sangat terbatas. Bahkan, hingga beberapa dekade setelah kemerdekaan, posisi perempuan dalam struktur pemerintahan tetap marginal.

Baru setelah reformasi 1998, yang membuka ruang lebih besar bagi demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat, perempuan mulai mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk terlibat dalam politik.

Salah satu pencapaian signifikan adalah lahirnya kebijakan afirmasi seperti kuota perempuan dalam legislatif. Melalui kebijakan ini, jumlah perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai meningkat, meskipun angka tersebut masih jauh dari representasi yang ideal.

Politik Indonesia tidak lepas dari pengaruh sistem patriarkal yang mendominasi hampir seluruh aspek kehidupan.

Masyarakat Indonesia yang sebagian besar berlandaskan pada norma-norma budaya tradisional sering kali memandang perempuan sebagai pihak yang lebih rendah dalam struktur sosial, termasuk dalam politik.

Dalam banyak kasus, perempuan dipandang lebih cocok untuk mengurus urusan domestik daripada berkiprah di ranah publik atau politik.

Patriarki ini tercermin dalam budaya politik yang berkembang di Indonesia, di mana tokoh-tokoh politik utama masih didominasi oleh laki-laki, dan perempuan lebih sering dianggap sebagai pelengkap atau bahkan objek dalam proses politik.

Meskipun ada sejumlah wanita yang berhasil menembus batas-batas ini, mereka sering kali harus berhadapan dengan berbagai tantangan, termasuk stereotip gender yang menempatkan mereka dalam posisi yang tidak setara.

Sebagai contoh, banyak perempuan politik yang dihadapkan pada tantangan besar dalam hal persepsi publik.

Mereka sering dianggap tidak memiliki kapasitas yang sama dengan laki-laki, atau bahkan dipandang sebagai “pemimpin sementara” yang hanya dapat memegang kekuasaan karena faktor kuota atau keberuntungan politik.

Pandangan semacam ini semakin memperkuat anggapan bahwa perempuan tidak layak memegang kekuasaan dalam politik.

Kendala Yang Dihadapi Kaum Perempuan Dalam Politik

Meski perempuan memiliki potensi untuk berperan dalam politik, kenyataannya mereka masih menghadapi berbagai kendala yang serius.

1. Diskriminasi Gender dalam Partai Politik

Partai politik merupakan institusi utama dalam sistem demokrasi Indonesia, dan perempuan seringkali menghadapi hambatan di dalamnya.

Dalam banyak partai politik, perempuan sering ditempatkan pada posisi yang kurang strategis atau tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan penting.

Selain itu, banyak partai yang belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan perempuan, seperti dalam perumusan kebijakan.

2. Stereotip Sosial dan Budaya.

Stereotip sosial mengenai peran gender yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat juga menjadi hambatan besar dalam dunia politik.

Perempuan sering dianggap tidak memiliki kapasitas untuk memimpin atau mengelola urusan negara.

Banyak yang beranggapan bahwa politik adalah domain laki-laki, sementara perempuan diharapkan untuk fokus pada keluarga dan urusan rumah tangga.

Stereotip ini bukan hanya berlaku pada masyarakat awam, tetapi juga di kalangan elit politik, yang menyebabkan perempuan cenderung sulit untuk diterima dan dihargai sebagai pemimpin.

3. Kekerasan Politik dan Pelecehan.

Perempuan yang terlibat dalam politik juga sering menghadapi bentuk kekerasan politik, termasuk intimidasi, ancaman, bahkan pelecehan seksual.

Hal ini tidak hanya merugikan individu tersebut tetapi juga menambah ketidaksetaraan dalam politik.

Kekerasan semacam ini sering kali dianggap sebagai cara untuk menekan dan membungkam suara perempuan dalam politik.

4. Kurangnya Dukungan dari Keluarga dan Masyarakat.

Dalam masyarakat Indonesia yang masih kuat dipengaruhi oleh norma-norma tradisional, banyak perempuan yang merasa terbatas oleh ekspektasi keluarga dan masyarakat.

Banyak perempuan yang harus menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan karir politik dengan peran mereka sebagai ibu atau istri.

Beberapa perempuan bahkan diharapkan untuk mundur dari dunia politik demi memenuhi peran domestik mereka.

Perempuan Dalam Kekuasaan, Tantangan Dan Kesempatan

Meskipun perempuan menghadapi berbagai tantangan dalam politik, ada beberapa pencapaian yang menunjukkan bahwa perempuan Indonesia mulai mendapatkan ruang yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik.

a. Kuota Perempuan dalam Politik.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yang mensyaratkan partai politik untuk memenuhi 30 persen kuota perempuan dalam daftar calon legislatif, representasi perempuan di DPR dan DPD telah mengalami peningkatan yang signifikan.

Angka ini mungkin masih jauh dari proporsi yang setara, tetapi tetap merupakan langkah maju dalam memperkuat posisi perempuan di panggung politik.

Kebijakan kuota ini, meskipun sering dipertanyakan efektivitasnya, memberikan peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi lebih aktif dalam politik.

b. Tokoh Perempuan dalam Pemerintahan.

Selain itu, Indonesia juga telah melahirkan beberapa tokoh perempuan yang berhasil memegang posisi penting dalam pemerintahan.

Megawati Soekarnoputri, misalnya, menjadi Presiden Indonesia yang pertama, menunjukkan bahwa perempuan dapat menduduki posisi tertinggi dalam negara.

Beberapa menteri perempuan yang menjabat dalam pemerintahan, seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, juga telah menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam memimpin kementerian mereka.

Keberhasilan-keberhasilan ini menunjukkan bahwa perempuan, ketika diberi kesempatan, dapat membawa perubahan positif dalam pemerintahan.

c. Peran Perempuan dalam Pembentukan Kebijakan.

Perempuan juga memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan yang lebih sensitif gender. Misalnya, dalam isu kesehatan reproduksi, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan terhadap anak, banyak kebijakan yang telah dikembangkan oleh perempuan politisi untuk menjawab kebutuhan khusus perempuan dan anak.

Ini menunjukkan bahwa perempuan dapat berkontribusi dalam menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan sensitif terhadap kebutuhan gender.

Mendorong Peningkatan Perempuan Dalam Politik

Mendorong peningkatan peran perempuan dalam politik dalam menciptakan ruang yang lebih setara bagi perempuan dalam politik Indonesia, ada beberapa langkah yang perlu diambil, antara lain:

1. Reformasi dalam Partai Politik.

Partai politik perlu memberikan lebih banyak peluang bagi perempuan untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan internal.

2. Pendidikan Politik untuk Perempuan.

Pemberdayaan perempuan dalam politik harus dimulai dengan memberikan pendidikan dan pelatihan politik yang memadai, penguatan jaringan sesama politisi perempuan, perempuan perlu dilibatkan lebih banyak dalam diskusi-diskusi politik dan kepemimpinan agar mereka memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan yang lebih baik.

3. Menghapuskan Stereotip Gender.

Stereotip gender yang merugikan perempuan harus secara aktif dilawan baik melalui pendidikan maupun kampanye-kampanye publik yang menekankan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam politik.

4. Dukungan terhadap Perempuan yang Menghadapi Kekerasan.

Negara dan masyarakat harus lebih sensitif terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan dalam politik dan memberikan dukungan serta perlindungan bagi mereka yang menjadi korban.

Meskipun perjuangan perempuan untuk mendapatkan tempat yang setara dalam politik Indonesia masih panjang, sudah ada sejumlah langkah positif yang dapat dijadikan sebagai modal untuk mencapainya.

Perempuan memiliki potensi yang besar untuk turut andil dalam pembangunan politik dan sosial Indonesia dengan adanya kesadaran kolektif.

Pada akhirnya, kesetaraan gender dalam politik bukan hanya tentang jumlah, tetapi juga tentang kualitas peran dan pengaruh perempuan dalam kebijakan politik, perempuan bukan sekedar pelengkap, tetapi aktor penting dalam menentukan arah masa depan bangsa. (***)

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.