Praktik Nepotisme Dalam Rekrutmen P3K: Pemerintah Daerah Gagal Jaga Integritas Dan Akuntabilitas.
FAKTAHUKUMNTT.COM, OPINI – 27 Maret 2025.
Penulis : Ermelinda Noh Wea
Penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) menjadi salah satu langkah strategis dalam meningkatkan kualitas layanan publik di Indonesia.
Sistem ini dirancang untuk merekrut tenaga profesional yang mampu bekerja dengan standar tinggi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai abdi negara.
Namun, dalam praktiknya, banyak terjadi penyimpangan yang merusak esensi dari kebijakan tersebut, salah satunya adalah praktik nepotisme dalam rekrutmen P3K oleh pemerintah daerah.
Nepotisme ini tidak hanya merugikan individu yang berkompeten tetapi juga mencoreng citra pemerintahan yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat.
Nepotisme merujuk pada praktik pengutamaan anggota keluarga atau orang dekat dalam proses perekrutan, pemberian jabatan, atau alokasi sumber daya, meskipun tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.
Dalam konteks rekrutmen P3K, nepotisme sering kali terjadi ketika pejabat pemerintah daerah memberikan kesempatan kerja kepada individu-individu yang tidak memiliki latar belakang atau kualifikasi yang sesuai, hanya karena hubungan personal atau keluarga dengan pihak yang berkuasa.
Fenomena ini semakin memperburuk citra pemerintahan yang seharusnya berlandaskan pada prinsip meritokrasi, dimana setiap individu diberikan kesempatan berdasarkan kemampuan dan kualifikasinya, bukan berdasarkan kedekatan pribadi.
Proses rekrutmen P3K seharusnya dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan berbasis pada kompetensi.
Pemerintah daerah, sebagai penyelenggara, wajib memastikan bahwa seleksi dilakukan dengan jujur dan tanpa adanya intervensi yang merugikan pihak-pihak yang tidak memiliki kedekatan dengan penguasa.
Namun, realitas di lapangan sering kali berbeda. Banyak laporan yang menyebutkan adanya praktik nepotisme dalam seleksi P3K di sejumlah daerah.
Beberapa daerah bahkan mencatat adanya keberhasilan individu yang tidak memenuhi persyaratan administratif atau tidak memiliki skor ujian yang memadai, tetapi tetap diluluskan karena hubungan keluarga atau kedekatan dengan pejabat daerah.
Fenomena ini biasanya terjadi dalam bentuk manipulasi dokumen administrasi, di mana pelamar yang tidak memenuhi syarat secara administrasi tetap diloloskan dalam seleksi.
Akibatnya, banyak pelamar yang lebih berkualitas dan lebih layak tidak mendapatkan kesempatan yang seharusnya mereka peroleh.
Hal ini juga menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem seleksi yang ada, yang pada gilirannya dapat merusak legitimasi dan citra pemerintah daerah.
Dampak Negatif Nepotisme Terhadap Integritas Dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah
1. Merusak Integritas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Salah satu tujuan utama dari seleksi P3K adalah menciptakan aparatur sipil negara (ASN) yang berkualitas dan profesional.
Nepotisme dalam seleksi P3K mengancam tercapainya tujuan ini karena orang yang tidak kompeten atau tidak memenuhi syarat menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan.
Ketika seseorang diluluskan hanya karena kedekatannya dengan pejabat, hal ini merendahkan standar profesionalisme dan mengurangi kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah daerah.
Birokrasi yang diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten dapat menyebabkan stagnasi dalam pelayanan publik, karena mereka tidak dapat bekerja dengan maksimal dalam menjalankan tugas mereka.
2. Mengurangi Akuntabilitas dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia.
Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya manusia dengan baik, yang mencakup seleksi, pelatihan, penempatan, dan evaluasi kinerja. Nepotisme dalam rekrutmen P3K jelas mengurangi tingkat akuntabilitas dalam pengelolaan ASN.
Ketika kriteria seleksi tidak berlandaskan pada kemampuan dan kompetensi, melainkan pada hubungan pribadi, maka proses pengelolaan pegawai menjadi tidak transparan dan dapat dipertanyakan.
Hal ini menciptakan ruang untuk penyalahgunaan wewenang dan merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan publik yang optimal.
3. Meningkatkan Kesenjangan Sosial dan Ketidakadilan.
Nepotisme dalam penerimaan P3K memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi. Masyarakat yang memiliki akses dan kedekatan dengan pejabat daerah lebih mudah memperoleh pekerjaan di pemerintahan, sementara mereka yang tidak memiliki koneksi harus bersaing dengan lebih banyak rintangan.
Akibatnya, kesenjangan sosial semakin lebar, karena individu-individu yang berpotensi, namun tidak memiliki kedekatan dengan penguasa, diperlakukan tidak adil dan terpinggirkan.
Hal ini tidak hanya merugikan individu tersebut, tetapi juga merugikan masyarakat luas yang kehilangan pegawai berkualitas yang dapat meningkatkan kualitas layanan publik.
4. Erosi Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemerintah.
Ketika nepotisme terdeteksi dalam proses rekrutmen P3K, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah semakin menurun.
Pemerintah yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung keadilan sosial justru menunjukkan sikap yang sebaliknya.
Praktik ini menumbuhkan rasa ketidakpercayaan yang mendalam di kalangan masyarakat terhadap sistem seleksi dan pengelolaan ASN.
Jika masyarakat sudah kehilangan kepercayaan pada pemerintah, mereka akan cenderung apatis terhadap program-program pemerintah, bahkan bisa berujung pada penurunan partisipasi publik dalam proses demokrasi.
Mengatasi praktik nepotisme dalam rekrutmen P3K memerlukan langkah-langkah konkrit dan tegas dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Langkah-langkah Yang Dapat Diambil Untuk Mengurangi Atau Menghilangkan Nepotisme Dalam Proses Rekrutmen P3K.
1. Peningkatan Transparansi dan Pengawasan.
Proses rekrutmen P3K harus dilakukan dengan transparansi penuh. Semua tahapan seleksi, mulai dari pengumuman lowongan hingga hasil seleksi, harus diumumkan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik.
Selain itu, pengawasan terhadap proses ini perlu diperketat, baik oleh pihak internal pemerintah daerah maupun oleh lembaga independen yang dapat mengawasi jalannya rekrutmen agar tidak terjadi manipulasi atau intervensi yang merugikan pihak lain.
2. Penguatan Sistem Meritokrasi.
Pemerintah daerah perlu menegaskan kembali komitmennya terhadap prinsip meritokrasi, di mana setiap individu harus dipilih berdasarkan kemampuan dan kompetensinya, bukan karena kedekatan pribadi.
Hal ini bisa dilakukan dengan memperbaiki dan memperjelas sistem seleksi yang ada, termasuk menyusun standar kompetensi yang jelas dan terukur bagi setiap posisi P3K yang dibuka.
3. Pemberian Sanksi Tegas bagi Pelaku Nepotisme.
Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas bagi mereka yang terlibat dalam praktik nepotisme, baik itu pejabat pemerintah daerah yang melakukan intervensi maupun pelamar yang menyalahgunakan hubungan untuk memperoleh pekerjaan.
Sanksi ini harus meliputi pemecatan, penurunan jabatan, atau sanksi administratif lainnya yang dapat memberikan efek jera dan menurunkan peluang terjadinya praktik serupa di masa depan.
4. Pendidikan dan Pelatihan Etika bagi Aparatur Pemerintah
Agar praktik nepotisme tidak berulang, penting untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai etika birokrasi kepada aparatur pemerintah.
Pembekalan mengenai integritas, transparansi, dan akuntabilitas akan membentuk mentalitas yang lebih profesional dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, serta mengurangi potensi terjadinya penyimpangan dalam rekrutmen P3K.
Nepotisme dalam rekrutmen P3K yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan masalah serius yang merusak integritas dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan.
Praktik ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan dalam pemberian kesempatan kerja, tetapi juga berdampak buruk pada kualitas layanan publik yang seharusnya optimal.
Untuk itu, diperlukan upaya bersama dari seluruh elemen pemerintah dan masyarakat untuk memerangi nepotisme dan mewujudkan sistem rekrutmen yang lebih transparan, adil, dan berorientasi pada meritokrasi.
Pemerintah daerah harus berkomitmen untuk memperbaiki proses seleksi P3K dan memastikan bahwa pegawai yang diterima benar-benar memiliki kompetensi yang dibutuhkan demi kemajuan bangsa. (***)
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.