Masyarakat Terdampak Pembangunan Waduk Lambo, Demo Tuntut Pemerintah Transparan.
Nagekeo, Faktahukumntt.com – Rabu, 29 September 2021.
Geliat masyarakat adat Labo, Lele dan Kawa (Labolewa) sebagai terdampak pembangunan waduk Lambo dalam memperjuangkan hak-haknya semakin gencar dilakukan.
Buntut dari aksi penyegelan kantor desa yang dinilai tidak mampu menggugah hati pemerintahan untuk menanggapi tuntutan masyarakat adat terkait hak-hak masyarakat yang tidak terakomodir, kini masyarakat menggelar aksi masa atau demonstrasi dan melayangkan sejumlah tuntutan.
Aksi masa tersebut terlaksana pada Rabu (29/09/2021), bertempat di kantor desa Labolewa, kecamatan Aesesa, kabupaten Nagekeo, propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Beberapa tuntutan masyarakat adat Labolewa antara lain menuntut agar pemerintah bersikap transparan terhadap data tanah ulayat hasil klarifikasi masyarakat adat.
Masyarakat adat Labolewa secara tegas menyatakan mendukung pembangunan waduk Lambo, namun mereka menuntut agar pemerintahan dan Tim pengadaan tanah mengakomodir hak-hak ulayat masyarakat adat Labolewa.
Mereka secara tegas menyatakan, aktifitas pembangunan waduk Lambo dihentikan sementara waktu, jika hak-hak ulayat masyarakat adat Labolewa belum dipastikan.
Masyarakat adat Labolewa menuntut agar Polri memeriksa para mafia tanah dalam urusan waduk Lambo karena terindikasi ada upaya penggelapan tanah masyarakat adat dan penguasaan sepihak oleh oknum tertentu.
Masyarakat adat menyatakan jika pemerintahan desa tidak mampu Mengakomodir tuntutan masyarakat adat Labolewa, maka mereka memerintahkan kepala desa Labolewa mundur dari jabatannya.

“Kami masyarakat adat pada dasarnya sangat mendukung pembangunan waduk Lambo, kami hanya tuntut hak-hak kami yang masih tercecer. Kami menunggu agar pemerintah segera fasilitasi ini, mereka bilang akan fasilitasi dengan menghadirkan Pertanahan. kami tunggu itu, entah waktunya kapan kami selalu siap. ” Terang Urbanus Papu, salah satu tokoh adat Labolewa kepada Faktahukumntt.com, Rabu (29/09/2021).
Sementara itu, salah satu tokoh muda masyarakat adat Labolewa, Klemens Lae, kepada Faktahukumntt.com menegaskan bahwa peristiwa tersebut merupakan sikap spontanitas masyarakat adat Labolewa.
“Peristiwa hari ini merupakan ekspresi spontanitas masyarakat adat dalam menuntut panitia pengadaan tanah untuk bersikap transparan mengenai data ulayat tanah. Persoalan ini menggambarkan pemerintah daerah dalam mewujudkan komunikasi pembangunan yg partisipatif belum sepenuhnya berjalan secara baik.” Jelas Klemens.
“Masyarakat adat kecewa, karena sedianya hari ini akan audiens dengan bupati, pertanahan dan pemangku kepentingan lainnya mengenai data tanah ulayat masyarakat adat, namun tidak tercapai padahal sudah ada kesepakatan sebelumnya. Hari ini hadir pak Camat dan kasat intel, kapolsek dan kabag.ops. kehadiran mereka tidak punya kompetensi menjelaskan data ulayat tanah.” Terangnya lebih lanjut.
Klemens berharap agar Pemerintah Daerah kabupaten Nagekeo berserta semua komponen terkait segera merespon dan menyelesaikan persoalan yang sedang terjadi agar tidak menghambat proses pekerjaan pembangunan waduk Lambo.
“Diharapkan bupati dan pemangku kepentingan lainnya, segera merespon dan melakukan konsolidasi agar tuntutan masyarakat adat segera diselesaikan dan melanjutkan program pengerjaan waduk ,karena selama masalah ini belum tuntas maka tidak boleh lakukan aktivitas apapun, karena ulayat masih dikuasai aktif oleh masyarakat adat.” Tegas Klemens.
Untuk diketahui, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nurani, telah diberikan kuasa oleh masyarakat adat Labolewa untuk membantu upaya perjuangan masyarakat adat Labolewa, atas hak-hak ulayatnya. (***)